Jakarta Jepang merupakan salah satu negara yang membawa banyak keunikan. Jepang adalah salah satu negara yang menjadi impian untuk banyak orang untuk dikunjungi. Keunikan dan kebudayaannya yang masih kental membawa dampak tak sedikit orang penasaran dengan Negeri Sakura ini.

Kebiasaan-kebiasaan unik penduduk Jepang apalagi menarik untuk ditelaah, apalagi berkenaan proses pendidikannya yang di mana siswa sudah dibiasakan independent sejak dini. Sistem pendidikan Jepang merupakan salah satu proses yang kerap dijadikan kiblat di lebih dari satu negara.

Pendidikan terlampau mutlak untuk pengembangan penduduk di sebuah negara. Oleh sebab itu, pemerintah bakal tetap berusaha proses pendidikan paling baik untuk masyarakatnya. Namun penerapan sebuah proses pendidikan perlu disesuaikan dengan masyarakat.

Walaupun Jepang amat mungkin dijadikan contoh, tapi menerapkan proses pendidikan Jepang di negara lain tidaknya mudah, pasalnya kebiasaan dan perilaku masyarakatnya juga sudah berbeda. Penerapan secara lazim memang terlampau sulit, tapi terkecuali seorang individu inginkan coba menerapkan untuk dirinya sendiri masih memungkinkan.

Berikut Liputan6.com merangkum dari berbagai sumber berkenaan fakta unik proses pendidikan di Jepang, Kamis (15/4/2021).

1. Tiga Tahun Pertama Fokus Pengembangan Karakter

Fakta unik pertama dari proses pendidikan di Jepang adalah bahwa siswa di Jepang tidak ikuti ujian hingga duduk di kelas 4. Terdengar unik memang, awal-awal tahun masuk sekolah, siswa di Jepang difokuskan terhadap pengembangan karakter dan membentuk perilaku yang baik.

Sekolah Jepang mengedepankan sopan santun sebelum akan pengetahuan. Tujuan siswa sepanjang 3 tahun pertama adalah mengembangkan karakter anak dan membentuk perilaku yang baik, bukan menilai pengetahuan mereka. Para siswa belajar bagaimana menjadi tidak mahal hati, berempati, dan penuh kasih. Para siswa juga diajarkan untuk menghargai orang lain dan mengembangkan ikatan yang lembut dengan alam dan hewan.

2. Para Siswa Bersihkan Sekolah Tanpa Bantuan Petugas

Fakta unik ke dua berkenaan proses pendidikan di Jepang adalah dimana para siswa bersihkan sekolah sendiri tanpa dukungan petugas kebersihan. Siswa diajarkan independent sejak dini dengan bertugas bersihkan sekolah. Siswa bertanggung jawab atas kebersihan area kelas, kantin, apalagi toilet.

Sistem pendidikan Jepang yakin bahwa bersih-bersih dengan mengajarkan siswa untuk saling menunjang dan bekerja di dalam tim. Dengan menggunakan sementara mereka untuk mengelap meja, menyapu, dan mengepel lantai, siswa belajar menghargai pekerjaan mereka sendiri dan pekerjaan orang lain.

Siswa dibagi menjadi lebih dari satu grup yang piket bergiliran mengerjakan tugas-tugas, seperti menyapu, mengelap kaca jendela, menggosok WC, dsb. Setiap tahun grup berikut dirombak dan digilir kembali.

3. Makan di Dalam Kelas Bersama Guru

Fakta unik setelah itu berkenaan proses pendidikan di Jepang adalah para siswa bakal makan dengan para guru di di dalam kelas. Biasanya, yang kerap nampak adalah para guru dan para siswa makan di sebuah area terpisah dan jarang nampak berbincang dengan terkecuali jam pelajaran, tapi berlainan terkecuali Jepang.

Salah satu proses berikut merupakan norma yang diakui menunjang di dalam membangun ikatan siswa-guru yang positif. Saat makan, pembicaraan yang terlampau berfungsi sanggup berjalan yang sanggup menunjang membangun keadaan kekeluargaan.

Selain itu, proses pendidikan Jepang meyakinkan para siswa makan makanan yang sehat dan seimbang. Jadi, di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama negeri, makan siang dimasak sesuai dengan menu standar yang dikembangkan oleh tenaga kesehatan profesional dan koki berkualitas.

4. Siswa Jepang Belajar Puisi dan Kaligrafi Jepang

Siswa di Jepang bakal belajar puisi dan kaligrafi Jepang. Sepertinya mata pelajaran satu ini adalah mata pelajaran spesifik dan perlu dikuasai. Kaligrafi Jepang, juga disebut Shodo, adalah suatu wujud seni di mana orang menulis karakter kanji yang artinya (karakter Cina yang digunakan di dalam proses penulisan Jepang) dengan langkah yang ekspresif dan kreatif.

Di sisi lainnya, Haiku adalah wujud puisi di mana frasa simpel digunakan untuk menyampaikan emosi yang mendalam kepada pembaca. Bentuk puisi ini diakui mempunyai dampak intelektual, terapeutik, dan estetika. Kedua kelas ini mengajarkan anak-anak untuk menghargai kebiasaan berusia seabad dan menghargai budaya mereka.

5. Harus Kenakan Seragam Sekolah

Terkait seragam sekolah, tiap tiap negara sudah pasti berbeda. Begitu juga dengan Jepang. Jepang mengharuskan para siswa memakai seragam sekolah. Kebijakan seragam di hampir tiap tiap sekolah menengah pertama di Jepang dimaksudkan untuk menghilangkan hambatan dan menunjang menambah rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan kebersamaan di pada siswa.

Kode kenakan pakaian amat mungkin perhatian siswa disalurkan ke arah pembelajaran dan pertumbuhan, dan juga mendorong anak untuk mengejar ekspresi diri lewat metode tak hanya pakaian. Kebijakan ini punya tujuan menanamkan ide bahwa dikala siswa memakai pakaian yang sama, mereka bakal terasa menjadi bagian satu sama lain. Juga ada stigma yang berkembang bahwa daripada mengurusi berkenaan penampilan, para pelajar hendaknya fokus belajar saja.

6. Hadiri Lokakarya Setelah Sekolah

Lokakarya sehabis sekolah atau sekolah persiapan terlampau tenar di Jepang. Saat hadiri lokakarya tersebut, siswa sanggup mempelajari hal-hal baru tak hanya dari hari sekolah 6 jam mereka. Kelas diadakan terhadap malam hari, dan lebih dari satu besar siswa Jepang mengikutinya sehingga mereka sanggup masuk ke sekolah menengah pertama yang baik.

Uniknya, para siswa di Jepang bakal mempelajari bahasa Jepang sepanjang akhir pekan dan hari libur. Walaupun Bahasa Jepang merupakan Bahasa utama dan kerap digunakan, tapi mutlak untuk menambah pemahaman berkenaan Bahasa ibu tersebut, sama seperti di Indonesia. Bahasa Indonesia memang mudah, tapi ada banyak yang perlu dipelajari lebih di dalam berkenaan Bahasa Indonesia tersebut.

sumber : https://www.liputan6.com/hot/read/4532681/6-fakta-unik-sistem-pendidikan-di-jepang-siswa-diajarkan-mandiri-sejak-dini